Indahnya Kesepian
Oleh : Jacinta F. Rini
Jakarta, 12 Mei 2011
Jakarta, 12 Mei 2011
Setiap orang dalam hidupnya pasti pernah merasa kesepian.
Yang membuat perbedaan adalah kadarnya, lamanya, penyebabnya dan tentu saja
penanganannya. Kebanyakan orang menghindari kesepian karena kesepian
berkonotasi negatif, atau paling tidak menimbulkan perasaan tidak menyenangkan.
Kini, banyak orang mempunyai account facebook dan twitter,
untuk tetap terhubung satu sama lain, untuk bisa tahu apa yang tengah dilakukan
temannya atau komunitasnya. BbM, YM, intant messenger menjadi sarana penghubung
yang tak kenal cuaca, waktu (waktu kerja, waktu keluarga maupun waktu berdoa,
bahkan - waktu tidur sekali pun). Memang tidak semua orang ber - account twitter dan facebook maupun
melakukan online chat adalah orang-orang kesepian. Premisnya
tidaklah demikian. Namun faktanya, hampir semua orang sepertinya ingin menyapa
dan disapa, berkomentar dan dikomentari; ingin menjadi bagian dari komunitas.
Mall, cafe dan resto makin ramai dikunjungi bukan sekedar untuk mengenyangkan
perut, namun sebagai kesempatan untuk networking, reuni dan menyambung rasa.
Keinginan untuk keep in touch menjadi kebutuhan yang
tidak ada hentinya.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan hal ini, namun persoalannya, ternyata banyak orang yang tetap merasa kesepian di tengah kongkow-kongkow, di tengah keramaian maupun di tengah tingginya frekuensi lalu lintas komunikasi via chatting online. Kesepian tidak dialami orang yang tinggal di puncak gunung atau desa terpencil, karena mereka yang hidup di kota besar yang padat penduduk dan hingar bingar hiburan pun ternyata lebih banyak yang merasa kesepian.
Perasaan Kesepian
Menurut definisi wikipedia, "Loneliness is an
unpleasant feeling in which a person experiences a strong sense of emptiness
and solitude resulting from inadequate levels of social relationships. However,
it is a subjective experience.[1] Loneliness has also been described as social
pain - a psychological mechanism meant to alert an individual of undesired
isolation and motivate her/him to seek social connections.[2]
Perasaan kesepian memang sering di korelasikan dengan tiadanya teman dan kurangnya kasih sayang. Menurut James Park, seorang filsuf beraliran eksistensialis mengatakan bahwa perasaan kesepian tidak selalu disebabkan oleh kurangnya cinta dan teman, namun karena sering disalahartikan dan tidak dipahami, maka segala jenis kesepian lantas diatasi dengan cara bersosialisasi, pacaran, menikah, dsb yang semua berkaitan dengan interpersonal relationship. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini ada uraian singkat mengenai penyebab kesepian yang ternyata bukan melulu urusan cinta.
Penyebab Kesepian
Anak-anak, remaja, orang muda hingga manula, pernah
mengalami rasa kesepian. Anak-anak merasa kesepian ketika ditinggal pergi
orangtua mereka. Istri/suami yang kesepian karena kehilangan pasangan, akibat
kematian atau perpisahan. Seorang gadis atau pemuda kesepian setelah putus dari
pacar. Ibu yang kesepian karena anak-anaknya tinggal di luar kota. Atau
seseorang yang karena sakit harus tinggal di rumah atau di rumah sakit,
terisolasi dari teman-teman dan keluarga. Pindah rumah atau pindah sekolah bisa
juga menyebabkan kesepian karena tercabut dari komunitasnya dan harus
menghadapi komunitas baru.
Kesepian yang disebabkan perubahan sosial atau pun perubahan
kondisi eksternal dikatakan bersifat temporer dan relatif lebih mudah diatasi.
Sementara itu ada jenis kesepian lain yang disebutkan di atas, yakni merasa
kesepian di tengah keramaian, berada di pesta, sedang berkumpul dengan teman,
berada di tengah keluarga. Jadi dalam situasi dan lingkupan apapun, perasaan
kesepian itu tetap ada. Inilah yang dikatakan existential loneliness.
Seseorang yang mengalami eksistensial loneliness, tidak peduli sebanyak dan
setinggi apapun frekuensi outing, dating dan chatting-nya, akan tetap merasa
kesepian. Menurut artikel dari Associate Press, "quantity of contact
does not translate into quality of contact".[3]
Existential Loneliness/kesepian eksistensial
Kesepian eksistensial kerap menjadi sesuatu yang bersifat
kronis karena sudah terjadi dalam jangka waktu lama tanpa disadari atau memang
sengaja diabaikan. Artinya, perasaan kesepian itu disadari namun tidak
ditindaklanjuti karena berpikir perasaan itu disebabkan karena faktor lingkungan.
Kesepian yang bersifat kronis ini menimbulkan perasaan hampa
yang menyedihkan, sehingga banyak yang tidak tahan dan mengalami depresi.
Kehampaan yang bersumber dari dalam jiwa ini terjadi karena sebab yang
bermacam-macam, bisa karena hidup tanpa arah dan tujuan, sehingga dari hari ke
hari seperti robot, hanya mengikuti irama rutinitas. Ada yang belum menemukan
makna, karena hidupnya sangat terbatas, bukan miskin - tapi terlalu steril,
flat, datar karena terlalu takut mengambil resiko sehingga tidak berani
mengarungi kesempatan dan kemungkinan. Ada pula yang merasa kosong, karena
tidak menemukan hal baik dan positif dari dirinya, sehingga tidak tahu apa
gunanya dia dilahirkan, apa gunanya kehidupan ini dan apa gunanya ia bagi orang
lain.
Ada yang berusaha menghilangkan rasa sepi, hampa dan kosong
dengan bergaul sebanyak dan sesering mungkin. Ada pula yang mencari cinta,
karena dipikirnya, cinta seseorang akan melengkapi kekosongan jiwa. Seperti
kata Tom Cruise dalam film Jerry McGuire, yang berkata "you complete me".
Secara filosofis dan psikologis, kehampaan jiwa tidak mungkin diatasi dengan
menanam cinta/import cinta dari luar, dan hal ini menurut para filsuf adalah
tindakan ilusi yang "tidak nyambung". Maka, ganti pasangan,
mencari cinta baru yang dianggap dan diharapkan bisa mengatasi kekosongan -
adalah tindakan mustahil. Karena solusinya tidak bisa dengan menambal
kehampaan dari luar. Pertumbuhan itu harus dari dalam.
Dampak dari kesepian
Perasaan kesepian jika berkepanjangan bisa menimbulkan
berbagai persoalan lanjutan. Problem adaptasi sosial, sulit berteman, suka
menyendiri bahkan hambatan akademik yang membuat prestasinya jauh dari optimal,
merupakan dampak dari perasaan kesepian panjang yang dialami oleh anak-anak.
Bahkan, menurut Marano, anak-anak kesepian karena social rejection, diabaikan
dan disingkirkan dari lingkungan sosial (ataupun keluarga), merupakan salah
satu penyebab putus sekolah; karena dalam kesehariannya, mereka cenderung
menunjukkan perilaku agresif, dan apa yang diistilahkan sebagai kenakalan,
serta bentuk perilaku antisosial lainnya. Di kalangan dewasa, kesepian
dikatakan sebagai penyebab depresi serta adiksi, baik itu adiksi terhadap
relationship (co-dependent), sex, belanja (shopaholic),
kerja (workaholic), alkohol /minuman keras, maupun obat-obatan terlarang
(substant abuse).
Secara medis juga memperlihatkan dampak kesepian terhadap
kesehatan. John Cacioppo dari University of Chicago meneliti dampak kesepian
ini dan secara mengejutkan menemukan bahwa:
- Orang yang kesepian dilaporkan
mempunyai tingkat stress yang lebih tinggi, bahkan di saat rileks
dibandingkan dengan orang-orang yang tidak kesepian.
- Kesepian meningkatkan sirkulasi
hormon stress dan meningkatkan tekanan darah. Pengaruhnya kepada sistem
sirkulasi jantung yang bekerja lebih keras dan menghadapi potensi
kerusakan akibat tekanan yang tidak stabil.
- Kesepian mengganggu kualitas
dan efektivitas tidur sehingga menghambat proses restorasi fisik maupun
psikologis yang diperlukan tubuh. Orang-orang yang mengalami kesepian
lebih sering terbangun malam hari dan tidur lebih sedikit dibandingkan
mereka yang tidak kesepian.
Indahnya kesepian
Kesepian tidak selalu berdampak buruk. Kesepian
eksistensial, yakni kesepian yang tidak disebabkan persoalan interpersonal merupakan
alarm dari situasi yang harus segera di hadapi atau diselesaikan.
A person enters the state of loneliness when some
compelling, essential aspect of life is suddenly challenged, realized,
threatened, altered, or denied; the individual is confronted with the awareness
of choice and the possibility of meaning or its lack. When positively embraced
and confronted, loneliness has a salutary role: the integration and deepening
of self. Through loneliness, the individual "discovers life, who he is,
what he really wants, the meaning of his existence, [and] the true nature of
his relation with others. (Moustakas, 1961)
Dengan demikian, perasaan kesepian yang dialami perlu di
pertanyakan. Tidak semua bisa di obati dengan cara bersosialisasi atau pun
mencari cinta yang baru. Perasaan kesepian bisa jadi pertanda bahwa ada
kebutuhan mendesak yang harus kita tanggapi dalam diri sendiri, entah itu untuk
menyelesaikan persoalan yang tertunda, menanggapi tantangan hidup, harus
mengembangkan potensi diri, membuat keputusan akan masa depan dan menjalaninya
dengan berani, atau untuk menginggalkan pola hidup selama ini yang tidak
produktif, dsb. Intinya, perasaan kesepian adalah awal dari pertumbuhan. Maka,
adalah keliru jika orang berusaha menghindari kesepian karena dalam sepi lah
kita bisa bertemu dengan diri sendiri dan berdialog secara jujur untuk
menemukan apa yang terbaik dan harus kita lakukan saat ini dan di masa
mendatang. Persoalan berikutnya adalah, bagaimana menjalankan apa yang sudah
seharusnya dan sudah saatnya untuk kita laksanakan. Semakin ditunda, semakin
jauh kita dari perjalanan menemukan diri dan menumbuhkan kepribadian yang
sesuai dengan tujuan & panggilan hidup kita.
Bibiliography
1. Peplau, L.A. & Perlman, D. (1982). Perspectives on
loneliness. In L. A. Peplau & D. Perlman (Eds.), Loneliness: A sourcebook
of current theory, research and therapy. (pp. 1-18). New York: John Wiley and
Sons.
2. Cacioppo, John; Patrick, William, Loneliness: Human
Nature and the Need for Social Connection, New York : W.W. Norton &
Co., 2008. ISBN 978-0-393-06170-3. Science of Loneliness.com
3. Lonely Nation: Americans Try to
Connect in a Country Where Isolation Is Common. Associated Press. 2006-08-06.
Retrieved 2009-05-03